Nisbah al-Alfadz serta Kull, Kulliyah, Juz’ dan Juz’iyah - Ainuz Zulfa

Latest

Sabtu, 11 Maret 2017

Nisbah al-Alfadz serta Kull, Kulliyah, Juz’ dan Juz’iyah

Get Ms. Word

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Penisbatan (hubungan) beberapa lafadz bersama makna-makna yang dikandung, tidak kurang dan tidak lebih dari 5 (lima) macam. Yaitu, tawathu’, tasyakuk, takhaluf, isytirak, dan kebalikan dari isytirak yaitu, taraduf.
Pasal ini menerangkan tentang kull dan kulliyah, serta juz’ dan juz’iyah. Kull adalah penghukuman kita atas kumpulan individu seperti contoh dalam hadits “semua itu tidak terjadi”. Dan seandainya yang dihukumi adalah setiap individu maka hukum tersebut dikenal dengan nama kulliyah. Dan hukum atas sebagian individu disebut dengan juz’iyyah dan pengertian mengenai juz sudah jelas.
Pembahasan mengenai hal ini sangat diperlukan dalam kajian ilmu mantiq. Karena sebagai bahan atau dasar selanjutnya untuk mengkaji “tashowwur” dan “tashdieq”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pembagian nisbah al-alfadz?
2.       Apakah itu Kull, Kulliyah, Juz’ dan Juz’iyah?





BAB II
PEMBAHASAN


A.    Nisbah al-alfadz (korelasi lafadz)
Nisbah al-alfadz terbagi menjadi 5 (lima) macam, yaitu:
1.      Nisbah Tawathu’, yaitu hubungan lafadz dengan maknanya terdapat kesamaan dalam hal bukti dan individu yang ditujunya. Seperti manusia dengan saudara Thalib, Zaid dengan selain keduanya.
2.      Nisbah Tasyakuk, yaitu hubungan lafadz dengan maknanya terdapat tingkatan kualitas dalam hal bukti individu yang dituju (afrad). Seperti “cahaya” pada matahari, bulan dan bintang.
3.      Nisbah Takhaluf, yaitu hubungan lafadz dengan maknanya yang berbeda dalam bukti individu yang dituju. Seperti “manusia dan kuda”.
4.      Nisbah Isytirak, yaitu hubungan satu lafadz dengan makna yang banyak dalam bukti yang dituju satu kata banyak makna (afrad). Seperti lafadz “ainun” yang berarti bisa matahari, mata dan sumber air.
5.      Nisbah Taraduf, yaitu sabaliknya dari nisbah istirak; lafadznya banyak tetapi maknanya satu. Seperti, lafadz “insanun” dan “basyarun” yang berarti satu, yaitu manusia.[1]

B.     Kull, Kulliyah, Juz’ dan Juz’iyah
1.      Kull dan Kulliyah
“Kull” (كُلٌّ) artinya: menetapkan hukum atas sesuatu secara keseluruhan.
“Kulliyah” (كُلِيَّةٌ) artinya: menetapkan hukum atas sesuatu secara satu persatu.
Contoh:
I.       a. para santeri mengangkat langgar (surau), berbeda dengan
b. para santeri mengangkat buku (kitab).
            Penjelasan:
I. 1a. perkataan “para santeri mengankat langgar” ini, artinya menetapkan hukum atas santeri-santeri secara keseluruhan, seluruh santeri. Kull.
I. 1b. beda dengan perkataan “para santeri mengangkat buku-buku” ini artinya para santeri, masing-masing mengangkat buku. Orang-perorang daripada santeri masing-masing mengangkat buku.
I. 2a. tidak mungkin pada contoh “a” “santeri mengangkat langgar” itu kemudian diartikan, seorang santeri mengangkat satu langgar, tetapi seharusnya diartikan kumpulan dari para santeri mengangkat “sebuah langgar”.
I. 2b. dan tidak mungkin pula, pada contoh “b” para santeri “mengangkat buku” diartikan kumpulan para santeri mengankat “sebuah buku” tapi seharusnya diartikan seorang santeri mengangkat sebuah buku.[2]

            2. Juz’ dan Juz’iyah
Juz’ adalah bagian dari sesuatu. Contoh: حيوان adalah bagian dari الانسان. Penjelasan: حيوان yang menjadi juz penyusun dari الانسان (manusia) yang memiliki makna hakikat حيوان ناطق (hewan yang mampu berpikir).
Sedangkan Juz’iyah adalah menghukumi sebagaian. Contoh: Sebagian manusia bisa menulis; sebagian manusia suka durian; dan sebagainya.[3]


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Nisbah al-alfadz dibagi menjadi lima macam, yaitu nisbah tawathu’, nisbah tasyakuk, nisbah takhaluf, nisbah isytirak,  dan nisbah taraduf.
Kull (كُلٌّ) artinya: menetapkan hukum atas sesuatu secara keseluruhan. Kulliyah (كُلِيَّةٌ) artinya: menetapkan hukum atas sesuatu secara satu persatu.
Juz’ adalah bagian dari sesuatu. Sedangkan Juz’iyah adalah menghukumi sebagaian.


DAFTAR PUSTAKA

Bisri Mustofa, Cholil. 1989. Ilmu Mantiq terjemahan assullamul munauroq.           
Rembang: PT.alma’arif.penerbit.offset.
Sambas, H.Syukriadi. 1996. Mantik Kaidah Berfikir Islam. Bandung: PT. Remaja  Rosdakarya.
Quwaisiniy, Syarah. Assulamul Munauroq.



[1]H. Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islami (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996), hlm. 54-56.
[2] Cholil Bisri Mustofa, Ilmu Mantiq terjemahan assullamul munauroq, cet. ke IV (Rembang: pt.alma’arif.penerbit.percetakan.offset, 1989),
[3] Syarah Quwaisiniy, Sullamul Munauroq, hlm. 19

3 komentar:

  1. Alhamdulillah...sangat membantu belajar para santri di zaman milenial ini
    Terimakasih ustadz

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah mantap...
    🙏😊

    BalasHapus