Pengertian Kewarganegaraan - Ainuz Zulfa

Latest

Sabtu, 11 Maret 2017

Pengertian Kewarganegaraan



MAKALAH
PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN, Merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran akan hidup bermartabat, berkarakter, berkepribadian pancasila serta berjiwa nasional. 



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan demokrasi ketiga, tuntutan demokratisasi dalam praktik dan social pascarezim Orde Baru merupakan salah satu agenda bersama gerakan reformasi. Disela-sela tuntutan tersebut terdapat gugatan terhadap pendidikan kewarganegaraan yang pernah dilakukan di masa itu.
Pendidikan kewarganegaraan juga berfungsi sebagai instrument pelaksana pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
      2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kewarganegaraan?
2. Apa tujuan kewarganegaraan ?
3. Apa saja landasan ilmiah dan landasan hukum kewarganegaraan?
4.  Unsur-unsur apa saja yang menentukan kewarganegaraan?
5.  Bagaimana cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia?
6.  Apa masalah-masalah status kewargan?
     

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kewarganegaraan
Warga Negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsure Negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau kaula Negara. Istilah warga Negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibanding dengan istilah hamba dan kaula Negara, karena warga Negara mengandung arti peserta, anggota dari suatu Negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama. Atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama. Untuk itu, setiap warga Negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum.
Dalam konteks Indonesia, istilah warga Negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) dimaksut untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang di sahkan undang-undang sebagai warga Negara. Dalam penjelasan UUD 1945 pasal 2 ini, dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Cina, peranakan Arab, dan lain-lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan bersikap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat menjadi warga Negara Indonesia.
Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/1958 dinyatakan bahwa warga Negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga Negara Republik Indonesia.[1]
Pendidikan kewarganegaraa sering disebut civic education, citizenship education, dan demorary edicatons. Berdasarkan rumusan ‘’civic international’’ disepakati bahwa pendidikan demokrasi penting untuk pertumbuhan civic culture, untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintah demokrasi.
Berdasarkan undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, serta surat keputusan direktur jendral pendidikan tinggi nasional nomer 43/DIKTI/Kep/2006, tentang rambu-rambu pelaksaan kelompok mata kuliah pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa Indonesia, maka kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian wajib diberikan di semua fakultas dan jurusan di seluruh perguruan tiinggi di Indonesia.[2]
Penduduk suatu Negara dapat dibagi atas warganegara dan bukan warga Negara (asing). Dalam hubungan dengan warga Negara yang dialaminya, keduanya sangat berbeda, yakni :
a. setiap warganegara memiliki hubungan yang tidak terputus dengan tanah airnya, dengan UUD negaranya.
b. penduduk yang bukan warganegara (asing) hubungannya hanyalah selama yang bersangku,tan bertempat tinggal dalam wilayah Negara tersebut.[3]
  
B.     Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan keputusan DIRJEN DIKTI No. 42/DIKTI/Kep-/2006 bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan dirumuskan sebagai berikut:
Visi: pendidikan kewarganegaraan merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan progam study, guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya.
Misi: pendidikan kewarganegaraan untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya, agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah airdalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuann teknologi dan seni dengan rasa tanggungjawab bermoral. [4]

C.    Landasan Ilmiah dan Landasan Hukum
1.      Landasan Ilmiah
a.       Dasar pemikiran pendidikan kewarganegaraan
Nilai-nilai dasar pendidikan kewarganegaraan yaitu setiap warga negara dituntut utuk dapat mampu hidup berguna dan bermakna bagi Negara dan bangsanya serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya.
      Di berbagai negara dikembangkan materi pendidikan umum sebagai pembekalan nilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku warganegaranya.
a)      Amerika serikat : history, humanity, dan philosophy
b)      Jepang : Japanese history, etnics dan philosophy
c)      Filipina : Philipino, family planning, taxation and land reform, the philiphine new constitution, dan study of human rights.
b.      Objek pembahasan pendidikan kewarganegaraan
Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, sistem dan universal.
      Objek material adalah bidang sasaran yang di bahas dan dikaji oleh suatu bidang dan cabang ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut.
Substansi kajian pendidikan kewarganegaraan meliputi:
1)      Filsafat pancasila
2)      Identitas nasional
3)      Negara dan konstitusi
4)      Demokrasi Indonesia
5)      Rule of low dan hak asasi manusia
6)      Hak dan kewajiban warganegara serta Negara
7)      Geopolitik Indonesia
8)      Geostrategic Indonesia
c.       Rumpun keilmuan
Pendidikan kewarganegaraan bersifat antardisipliner (antar bidang) bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu-ilmu kewarganegaraan ini di ambil dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiologi, ilmu administrasi Negara, ilmu ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu budaya.



2.      Landasan hukum
a.       UUD 1945
1)      Pembukaan UUD 1945 alenia kedua dan ke empat yang memuat cita-cita, tujuan dan aspirasi bangsa Indonesia tentang kemerdekaannya.
2)      Pasal 27 (1) menyatakan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya.”
3)      Pasal 30 (1) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara.”
4)      Pasal 31 (1) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.”
b.      Ketetapan MPR No.II/MPR/1999 tentang garis-garis besar haluan Negara
c.       Undang-undang No.20 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan Negara Republik Indonesia (Jo. UU No. 1 Tahun 1988)
1)      Dalam pasal 18 (a) disebutkan bahwa kewajiban Warga Negara yang di wujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela Negara sebagai bagian tak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional.
2)      Dalam pasal 19 (2) disebutkan bahwa pendidikan pendahuluan bela Negara wajib diikuti oleh setiap warga negara dan di laksanakan secara bertahap. Tahap awal pada tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan menengah ada dalam gerakan pramuka. Tahap lanjutan pada tingkat pendidikan tinggi ada dalam bentuk pendidikan kewiraan.
d.      UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan berdasarkan keputusan mentri pendidikan nasional No. 232/U/2000 tentang pedomam penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa dan nomor 45/U/2002 tentang kurikulum inti penidikan tinggi telah ditetapkan pendidikan agama , pendidikan bahasa dan pendidikan kewarganegaraan merupakan  kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian yang wajib di berikan dalam kurikulum setiap progam study / kelompok progam study.
e.       Adapun pelaksanaannya berdasarkan surat keputusan direktur jendral pendidikan tinggi departemen pendidikan nasional, nomor 43/DIKTI/Kep/2006 Yang memuat rambu-rambu pelaksanaan kelompok matakuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi.[5]

D.     Unsur-unsur yang Menentukan Kewarganegaraan
Ada tiga unsur yang menuntukan kewarganegaraan, yaitu :
1. Unsur darah keturunan (ius sanguinis)
           Kewarganegaraan berasal dari orang tua yang menurunkannya p asli yang telah menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya kalau orang dilahirkan dari orang tua yang berwarga Negara Indonesia, ia dengan sendirinya akan menjadi warganegara Indonesia. Prinsip ini adalah prinsip asli yang berlaku sejak dahulu, yang diantaranya terbukti dalam system kesukuan, dimana anak dari anggota sesuatu suku dengan sendirinya dianggap sebagai anggota suku tersebut. Prinsip ini berlaku di Negara inggris, Amerika, Perancis, Jepang, dan juga Indonesia.
2. Unsur daerah tempat kelahiran (ius solis)
           Daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraannya. Misalnya, kalau orang yang dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya menjadi warganegara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps diplomatic dan anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan prinsip ius sanginus, prinsip ius solis ini berlaku juga di Negara Amerika, Inggris, Prancis, dan Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius solis ini tidak berlaku. Di sini barang siapa tidak dapat membuktikan bahwa orang tuanya berkebanggsaan Jepang, ia tidak dapat diakui sebagai warganegara Jepang.
3. Unsur pewarganegaraan (naturalisasi)
Walaupun tidak memenuhi prisip ius sanguinis ataupun ius solis, orang dapat juga memperoeh kewarganegaraan dengan jalan kewarganegaraan dengan jalan pewarganegaraan atau naturalisasi. Syarat-syarat dan prosedur pewarganegaraan ini di berbagai Negara sedikit banyak dapat berlainan, menurut kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi dan situasi Negara masing-masing. Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif dan ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan yang aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warganegara dari suatu Negara. Sedangkan dalam warganegara pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh suatu Negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warganegara sesuatu Negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.[6]

E.     Cara memperoleh kewarganegaraan
            a. Karena kelahiran
            b. Karena pengangkatan
            c. Karena dikabulkan permohonan
            d. Karena pewarganegaraan
            e. Karena perkawinan
            f. Karena keturunan ayah atau ibu[7]

F.     Masalah-masalah status kewarganegaraan
1. Apatride, yaitu istilah yang digunakan untuk orang-orang yang tidak mempunyai status kewarganegaraan.
2. Bipatride, yaitu istilah yang digunakan untuk orang yang memiliki status warganegaraan rangkap, atau dapat disebut dengan dwi-kewarganegaraan.
3. Multipatride, yaitu istilah yang digunakan untuk orang-orang yang memiliki dua atau lebih status kewarganegaraan.[8]


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Pendidikan kewarganegaraan adalah salah satu mata pelajaraan wajib bagi pelajar Indonesia. Tidak hanya pelajar, tetapi mahasiswa pun wajib mempelajarinya. Pendidikan kewarganegaraan diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Pendidikan kewarganegaraan juga berfungsi sebagai instrument pelaksana pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.










DAFTAR PUSTAKA

             Azyumardi, Azra. 2003. pendidikan kewarganegaraan. jakarta: Tim ICCE UIN.
             Ubaidillah, Ahmad. 2000.  pendidikan kewarganegaraan demokrasi HAM dan masyarakat madani. Jakarta: IAIN Press.
            Mujiyanto, Muhammad. 2016. pendidikan kewarganegaraan. Pekalongan: STAIN.


[1]Azra Azyumardi,  pendidikan kewarganegaraan ( jakarta:TIM ICCE UIN, 2003),  hlm. 73-74
[2] Muhammad Mujiyanto, pendidikan kewarganegaraan, (pekalongan, 2016),  hlm. 2
[3] Ahmad Ubaidillah, pendidikan kewarganegaraan demokrasi, HAM dan masyarakat madani ( Jakarta press:PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah), hlm.59
[4] Muhammad Mujianto, Op. Cit., hlm. 2
[5] Ibid ., hlm. 2-4
[6] Ahmad Ubaidillah, Op.Cit., hlm. 60-61
[7]  Azra Azyumardi, Op.Cit., hlm. 82
[8]  Ibid., hlm. 82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar