RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Sekolah :
SMP Islam Batang
Mata Pelajaran : PAI/ Hadits
Kelas/Semester :
VII/I
Waktu :
2 x 40 menit
Pertemuan ke : 1
Nama Guru : Ainuz Zulfa
A. STANDAR KOMPETENSI
1.
Mengetahui macam-macam
hadits.
B. KOMPETENSI DASAR
1.1
Mengetahui hadits mutawatir.
C. INDIKATOR KOMPETENSI
1.1.1
Menjelaskan pengertian
hadits mutawatir.
1.1.2
Menyebutkan syarat-syarat
hadits mutawatir.
1.1.3
Menyebutkan pembagian hadits
mutawatir.
1.1.4
Menjelaskan kedudukan
hadits mutawatir.
1.1.5
Menyebutkan contoh hadits
mutawatir.
D. TUJUAN PEMBELAJARAN
1.
Siswa dapat menjelaskan
pengertian hadits mutawatir.
2.
Siswa dapat menyebutkan
syarat-syarat hadits mutawatir.
3.
Siswa dapat menyebutkan pembagian
hadits mutawatir.
4.
Siswa dapat menjelaskan
kedudukan hadits mutawatir.
5.
Siswa dapat menyebutkan
contoh hadits mutawatir.
E. PENDIDIKAN KARAKTER YANG
DICAPAI
·
Religius
F. METODE PEMBELAJARAN
·
Ceramah
·
Diskusi
·
Tanya jawab
G. MEDIA PEMBELAJARAN
·
Power Point
H. MATERI PEMBELAJARAN
·
Pengertian hadits mutawatir
Secara
bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari at-tawatur yang artinya
berurutan. Sedangkan mutawatir menurut istilah adalah “apa yang diriwayatkan
oleh sejumlah banyak orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari
melakukan dusta mulai dari awal hingga akhir sanad”. Atau : “hadits yang diriwayatkan
oleh perawi yang banyak pada setiap tingkatan sanadnya menurut akal tidak
mungkin para perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadits, dan
mereka bersandarkan dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat diketahui dengan
indera seperti pendengarannya dan semacamnya”.
·
Syarat-syarat hadits
mutawatir
Dari definisi di atas
jelaslah bahwa hadits mutawatir tidak akan terwujud kecuali dengan empat syarat
berikut ini :
1.
Diriwayatkan oleh jumlah yang
banyak.
2.
Jumlah yang banyak ini berada pada
semua tingkatan (thabaqat) sanad.
3.
Menurut kebiasaan tidak mungkin
mereka bersekongkol/ bersepakat untuk dusta.
4.
Sandaran hadits mereka dengan
menggunakan indera seperti perkataan mereka : kami telah mendengar, atau
kami telah melihat, atau kami telah menyentuh, atau yang seperti
itu. Adapun jika sandaran mereka dengan menggunakan akal, maka tidak dapat
dikatakan sebagai hadits mutawatir.
·
Pembagian hadits mutawatir
Sebagian jumhur
ulama menyebutkan Hadits Mutawatir ada 3 yaitu:
a.
Hadits Mutawatir Lafdhi
Hadits mutawatir lafdhi adalah mutawatir dengan
susunan redaksi yang persis sama. Dengan demikian garis besar serta perincian
maknanya tentu sama pula, juga dipandang sebagai hadis mutawatir lafdhi, hadis
mutawatir dengan susunan sedikit berbeda, karena sebagian digunakan kata-kata
muradifnya (kata-kata yang berbeda tetapi jelas sama makna atau maksudnya).
Sehingga garis besar dan perincian makna hadits itu tetap sama. Contoh hadits
mutawatir lafdhi yang artinya: “Rasulullah SAW, bersabda: “Siapa yang sengaja
berdusta terhadapku, maka hendaklah dia menduduki tempat duduknya dalam
neraka”. (Hadis Riwayat Bukhari).
Hadits tersebut menurut keterangan Abu Bakar
al-Bazzar, diriwayatkan oleh empat puluh orang sahabat, bahkan menurut
keterangan ulama lain, ada enam puluh orang sahabat, Rasul yang meriwayatkan
hadis itu dengan redaksi yang sama.
b.
Hadits Mutawatir Maknawi
Hadits mutawatir maknawi adalah hadits mutawatir
dengan makna umum yang sama, walaupun berbeda redaksinya dan berbeda perincian
maknanya. Dengan kata lain, hadits-hadits yang banyak itu, kendati berbeda
redaksi dan perincian maknanya, menyatu kepada makna umum yang sama. Jumlah
hadits-hadits yang termasuk hadits mutawatir maknawi jauh lebih banyak dari
hadits-hadits yang termasuk hadits mutawatir lafdhi. Contoh hadits mutawatir
maknawi yang artinya: “Rasulullah SAW pada waktu berdoa tidak mengangkat kedua
tangannya begitu tinggi sehingga terlihat kedua ketiaknya yang putih, kecuali
pada waktu berdoa memohon hujan”. (Hadis Riwayat Mutafaq’ Alaihi)
c.
Hadits Mutawatir ‘Amali
Hadits mutawatir ‘amali adalah hadits mutawatir yang
menyangkut perbuatan Rasulullah SAW, yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan
oleh orang banyak, untuk kemudian juga dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan
oleh orang banyak pada generasi-generasi berikutnya. Contoh : Hadits-hadits
Nabi tentang waktu shalat, tentang jumlah rakaat shalat wajib, adanya shalat
‘ied, adanya shalat jenazah, dan sebagainya. Segala macam amal ibadah yang
dipraktekkan secara sama oleh umat Islam atau disepakati oleh para ulama,
termasuk dalam kelompok hadits mutawatir ‘amali. Seperti hadits mutawatir
maknawi, jumlah hadits mutawatir ‘amali cukup banyak. Diantaranya, shalat
janazah, shalat ‘ied, dan kadar zakat harta.
·
Kedudukan hadits
mutawatir
Seperti telah disinggung,
hadits-hadits yang termasuk kelompok hadits mutawatir adalah hadits-hadits yang
pasti (qath’i atau maqth’u) berasal dari Rasulullah SAW. Para ulama menegaskan
bahwa hadits mutawatir membuahkan “ilmu qath’i” (pengetahuan yang pasti), yakni
pengetahuan yang pasti bahwa perkataan, perbuatan atau persetujuan berasal dari
Rasulullah SAW. Para ulama juga biasa menegaskan bahwa hadits mutawatir
membuahkan “ilmu dharuri” (pengetahuan yang sangat mendesak untuk diyakini atau
dipastikan kebenarannya), yakni pengetahuan yang tidak dapat tidak harus
diterima bahwa perkataan, perbuatan, atau persetujuan yang disampaikan oleh
hadits itu benar-benar perkataan, perbuatan, atau persetujuan Rasulullah SAW.
Kedudukan
hadits mutawatir sebagai sumber ajaran Islam tinggi sekali. Menolak hadits
mutawatir sebagai sumber ajaran Islam sama halnya dengan menolak kedudukan Nabi
Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Kedudukan hadits mutawatir sebagai sumber
ajaran Islam lebih tinggi dari kedudukan hadis ahad.
·
Contoh hadits mutawatir
Hadits yang
dikategorikan sebagai mutawatir jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan
jenis hadits Ahad. Ada beberapa contoh hadits Mutawatir, yaitu hadits :
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang berdusta
atas namaku, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka”.
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِى فَوَعَاهَا
وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا
“Semoga Allah melihat
seorang yang mendengarkan ucapanku, lalu memahami dan menghapalkannya, kemudian
menyampaikan ucapan tersebut”.
I. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
PEMBELAJARAN
Kegiatan
|
Alokasi waktu
|
Kegiatan Awal:
·
Apersepsi.
·
Guru memotivasi siswa
mengenai keutamaan hadits.
·
Guru memilih beberapa
siswa yang mempunyai kemampuan memahami hadits di atas rata-rata untuk
menjadi tutor sebaya.
·
Guru membagi siswa
menjadi beberapa kelompok kecil dan menempatkan dalam setiap kelompok tutor
sebaya tadi.
|
10 menit
|
Kegiatan inti:
·
Guru menjelaskan materi
yang disampaikan
·
Guru bertanya jawab
tentang hal-hal yang belum diketahui siswa.
·
Guru bersama siswa
bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikat penguatan dan
penyimpulan
·
Menyampaikan
kesulitan-kesulitan yang dialami dalam kelompok masing-masing, guru sebagai
fasilitator.
|
55 menit
|
Kegiatan akhir:
·
Guru bersama-sama siswa
atau sendiri membuat simpulan pelajaran.
·
Guru melakukan penilaian atau
refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan
terprogram.
·
Guru memberikan umpan
balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.
|
15 menit
|
J. PENILIAN
1.
Evaluasi pembelajaran
Indikator
Pencapaian Kompetensi
|
Penskoran Nilai
|
Teknik Penilaian
|
Bentuk Instrumen
|
Instumen/ Soal
|
·
Menjelaskan pengertian
hadits mutawatir
|
20
|
Tes tulis
|
Uraian
|
·
Apa yang dimaksud dengan
hadits mutawatir secara bahasa dan istilah?
|
·
Menyebutkan syarat-syarat
hadits mutawatir
|
20
|
·
Sebutkan syarat-syarat
hadits mutawatir!
|
||
·
Menyebutkan pembagian
hadits mutawatir
|
20
|
·
Sebutkan kedudukan hadits
mutawatir!
|
||
·
Menjelaskan kedudukan
hadits mutawatir
|
20
|
·
Jelaskan kedudukan hadits
mutawatir sebagai sumber ajaran Islam!
|
||
·
Menyebutkan contoh hadits
mutawatir
|
20
|
·
Tuliskan contoh hadits
mutawatir!
|
2.
Kunci jawaban
1.
Secara bahasa, mutawatir
adalah isim fa’il dari at-tawatur yang artinya berurutan. Sedangkan mutawatir
menurut istilah adalah apa yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak orang yang
menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan dusta mulai dari awal hingga
akhir sanad.
2.
Syarat-syarat hadits mutawatir:
·
Diriwayatkan oleh jumlah yang
banyak.
·
Jumlah yang banyak ini berada pada
semua tingkatan (thabaqat) sanad.
·
Menurut kebiasaan tidak mungkin
mereka bersekongkol/bersepakat untuk dusta.
·
Sandaran hadits mereka dengan
menggunakan indera seperti perkataan mereka : kami telah mendengar, atau
kami telah melihat, atau kami telah menyentuh, atau yang seperti
itu. Adapun jika sandaran mereka dengan menggunakan akal, maka tidak dapat
dikatakan sebagai hadits mutawatir.
3.
Pembagian hadits mutawatir:
a.
Hadits Mutawatir Lafdhi
Hadits
mutawatir lafdhi adalah mutawatir dengan susunan redaksi yang persis sama.
Dengan demikian garis besar serta perincian maknanya tentu sama pula, juga
dipandang sebagai hadis mutawatir lafdhi, hadis mutawatir dengan susunan
sedikit berbeda, karena sebagian digunakan kata-kata muradifnya (kata-kata yang
berbeda tetapi jelas sama makna atau maksudnya). Sehingga garis besar dan
perincian makna hadits itu tetap sama.
b.
Hadits Mutawatir Maknawi
Hadits
mutawatir maknawi adalah hadits mutawatir dengan makna umum yang sama, walaupun
berbeda redaksinya dan berbeda perincian maknanya. Dengan kata lain, hadits-hadits
yang banyak itu, kendati berbeda redaksi dan perincian maknanya, menyatu kepada
makna umum yang sama. Jumlah hadits-hadits yang termasuk hadits mutawatir
maknawi jauh lebih banyak dari hadits-hadits yang termasuk hadits mutawatir
lafdhi.
c.
Hadits Mutawatir ‘Amali
Hadits
mutawatir ‘amali adalah hadits mutawatir yang menyangkut perbuatan Rasulullah
SAW, yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, untuk
kemudian juga dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan oleh orang banyak pada
generasi-generasi berikutnya.
4.
Kedudukan hadits mutawatir sebagai
sumber ajaran Islam tinggi sekali. Menolak hadits mutawatir sebagai sumber
ajaran Islam sama halnya dengan menolak kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai
utusan Allah. Kedudukan hadits mutawatir sebagai sumber ajaran Islam lebih
tinggi dari kedudukan hadis ahad.
5.
Contoh hadits mutawatir
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang berdusta
atas namaku, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka”.
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِى فَوَعَاهَا
وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا
“Semoga Allah melihat
seorang yang mendengarkan ucapanku, lalu memahami dan menghapalkannya, kemudian
menyampaikan ucapan tersebut”.
Batang, 29 Maret 2017
Mengetahui
Kepala
SMP Islam Batang
..................................
|
Guru
Mata Pelajaran
................................
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar