BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seorang penuntut atau biasa disebut
dengan peserta didik, murid ataupun siswa didalam menuntu ilmu harus memiliki
sifat atau etika yang baik dan mulia. Adab dalam menuntut ilmu harus
diperhatikan oleh setiap penuntut ilmu karena hal tersebut sangat penting.
Sudah sangat jelas diterangkan dalam al-Qur’an maupun Hadis Nabi tentang
adab-adab penuntut ilmu.
Rasulullah SAW, sangat memberikan
perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Sehingga ditemukan
hadis-hadis yang membicarakan tentang menuntut ilmu pengetahuan. Perhatian yang
demikian tinggi, karena Rasulullah SAW juga menyatakan dirinya sebagai pendidik.
Rasulullah lebih mengutamakan majelis orang yang belajar daripada majelis
ibadah.
Rasulullah sebagai suri tauladan
bagi umat islam tidak sedikitpun dalam hatinya mempunyai sifat sombong, karena
itu hatinya sangat suci yang mana telah dilindungi oleh Allah SWT dari segala
sifat-sifat yang tercela. Oleh sebab itu, kita sebagai pengikutnya harus
meneladani Rasulullah dalam segala aktivitas kehidupan, terutama dalam menuntut
ilmu. Sebagai seorang penuntut ilmu tidak diperbolehkan mempunyai sifat sombong
dalam hatinya, karena sombong dapat menghambat kegiatan dalam menuntut ilmu.
Karenanya seorang penuntut ilmu harus ikhlas dalam mencari ilmu-ilmu Allah
SWT.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
lafadz dan arti hadis tentang sikap sombong?
2.
Bagaimana
penjelasan hadis tentang sikap sombong?
3.
Bagaimana
bentuk pengaplikasian hadis dalam kehidupan?
4.
Bagaimana
aspek tarbawi yang terkandung dalam hadis?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hadis Haramnya Sifat Sombong
عَنْ عَبْدِ
اللّهِ بْنِ مَسْعُو دٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ آَنْ يَكُو نَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ
حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللّه جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ
وَغَمْطُ النَّاسِ
Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam beliau bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di hatinya terdapat
sifat sombong seberat dzarrah (biji sawi).” Seseorang berkata, “(Sesungguhnya ada)
seseorang yang ingin agar pakainnya bagus dan sepatunya bagus.” Beliau
bersabda, “Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan, sifat sombong
adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”[1]
B.
Penjelasan Hadis
An Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini berisi larangan dari
sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka,
serta menolak kebenaran”.
Kesombongan
ada dua macam, yaitu sombong terhadap al haq dan sombong terhadap
makhluk. Hal ini diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada hadist di atas dalam sabda beliau, “sombong adalah menolak kebenaran
dan suka meremehkan orang lain”. Menolak kebenaran adalah dengan menolak
dan berpaling darinya serta tidak mau menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia
yakni merendahkan dan meremehkan orang lain, memandang orang lain tidak ada
apa-apanya dan melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain.
Sombong
Terhadap al Haq (Kebenaran)
Sombong
terhadap al haq adalah sombong terhadap kebenaran, yakni dengan tidak
menerimanya. Setiap orang yang menolak kebenaran maka dia telah sombong
disebabkan penolakannya tersebut. Oleh karena itu wajib bagi setiap hamba
untuk menerima kebenaran yang ada dalam Kitabullah dan ajaran para rasul.
Orang yang
sombong terhadap ajaran rasul secara keseluruhan maka dia telah kafir dan akan
kekal di neraka. Ketika datang kebenaran yang dibawa oleh rasul dan
dikuatkan dengan ayat dan burhan, dia bersikap sombong dan hatinya
menentang sehingga dia menolak kebenaran tersebut. Hal ini seperti yang Allah
terangkan dalam firman-Nya,
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي
ءَايَاتِ اللهِ بِغَيْرِ سًلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِن فِي صُدُورِهِمْ إِلاَّ كِبْرٌ
مَّاهُم بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
{56}
“Sesungguhnya
orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa lasan yang sampai
pada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan)
kesombongan yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah
perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mnedengar lagi Maha Melihat”
(QS. Ghafir:56)
Adapun orang
yang sombong dengan menolak sebagian al haq yang tidak sesuai dengan
hawa nafsu dan akalnya maka dia berhak mendapat hukuman (adzab) karena sifat
sombongnya tersebut.
Maka wajib
bagi para penuntut ilmu untuk memiliki tekad yang kuat mendahulukan perkataan
Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam di atas perkataan siapa pun. Karena
pokok kebenaran adalah kembali kepadanya dan pondasi kebenaran dibangun di
atasnya, yakni dengan petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Kita
berusaha untuk mengetahui maksudnya, dan mengikutinya secara lahir dan batin.
Sikap
seorang muslim terhadap setiap kebenaran adalah menerimanya secara penuh
sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَمَاكَانَ لِمُؤْمِنٍ
وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ
الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ
ضَلاَلاً مُّبِينًا {36}
“Dan
tidaklah patut bagi mukmin laki-laki dan mukmin perempuan, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab: 36)
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ
حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي
أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {65}
“Maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An Nisaa’: 65)
Sombong
Terhadap Makhluk
Bentuk
kesombongan yang kedua adalah sombong terhadap makhluk, yakni dengan meremehkan
dan merendahkannya. Hal ini muncul karena seseorang bangga dengan dirinya
sendiri dan menganggap dirinya lebih mulia dari orang lain. Kebanggaaan
terhadap diri sendiri membawanya sombong terhadap orang lain, meremehkan dan
menghina mereka, serta merendahkan mereka baik dengan perbuatan maupun
perkataan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ
الْمُسْلِمَ
“Cukuplah
seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim”
(H.R. Muslim 2564).
Di antara
bentuk kesombongan terhadap manusia di antaranya adalah sombong dengan pangkat
dan kedudukannya, sombong dengan harta, sombong dengan kekuatan dan kesehatan,
sombong dengan ilmu dan kecerdasan, sombong dengan bentuk tubuh, dan
kelebihan-kelebihan lainnya. Dia merasa lebih dibandingkan orang lain dengan
kelebihan-kelebihan tersebut. Padahal kalau kita renungkan, siapa yang
memberikan harta, kecerdasan, pangkat, kesehatan, bentuk tubuh yang indah?
Semua murni hanyalah nikmat dari Allah Ta’ala. Jika Allah berkehendak,
sangat mudah bagi Allah untuk mencabut kelebihan-kelebihan tersebut. Pada
hakekatnya manusia tidak memiliki apa-apa, lantas mengapa dia harus sombong
terhadap orang lain?
Hukuman
Pelaku Sombong di Dunia
Dalam sebuah
hadist yang shahih dikisahkan sebagai berikut ,
أَنَّ رَجُلاً أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِشِمَالِهِ فَقَالَ « كُلْ بِيَمِينِكَ ». قَالَ
لاَ أَسْتَطِيعُ قَالَ « لاَ اسْتَطَعْتَ ». مَا مَنَعَهُ إِلاَّ الْكِبْرُ. قَالَ
فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ.
“Ada seorang
laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
tangan kirinya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang tersebut malah menjawab, “Aku tidak
bisa.” Beliau bersabda, “Apakah kamu tidak bisa?” -dia menolaknya karena
sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya” (H.R. Muslim
no. 3766).
Orang
tersebut mendapat hukum di dunia disebabkan perbuatannya menolak perintah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia dihukum karena
kesombongannya. Akhirnya dia tidak bisa mengangkat tangan kanannya disebabkan
sikap sombongnya terhadap perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah di antara bentuk hukuman di dunia bagi orang yang sombong.
Mengganti
Sikap Sombong dengan Tawadhu’
Kebalikan
dari sikap sombong adalah sikap tawadhu’ (rendah hati). Sikap inilah yang
merupakan sikap terpuji, yang merupakan salah satu sifat ‘ibaadur Rahman
yang Allah terangkan dalam firman-Nya,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى
الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Hamba-hamba
Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan
rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan
kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)
Diriwayatkan
dari Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam pernah bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا
حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
‘Sesungguhnya
Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang
pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang
lain” (HR Muslim no. 2865).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ
لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ.
“Sedekah
itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang
lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaan untuknya. Dan tidak ada
orang yang tawadhu’ (merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan
mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)
Sikap tawadhu’
inilah yang akan mengangkat derajat seorang hamba, sebagaimana Allah berfirman,
دَرَجَاتٍ الْعِلْمَ أُوتُوا وَالَّذِينَ مِنكُمْ
آمَنُوا الَّذِينَ اللَّهُ يَرْفَعِ
“Niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan
orang-orang yang berilmu beberapa derajat “ (QS. Al Mujadilah: 11).
Termasuk
buah dari ilmu yang paling agung adalah sikap tawadhu’. Tawadhu’ adalah
ketundukan secara total terhadap kebenaran, dan tunduk terhadap perintah Allah
dan rasul-Nya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan disertai sikap
tawdahu’ terhadap manusia dengan bersikap merenadahkan hati, memperhatikan
mereka baik yang tua maupun muda, dan memuliakan mereka. Kebalikannya adalah
sikap sombong yaitu menolak kebenaran dan rendahkan manusia.
Tidak
Termasuk Kesombongan
Tatkala
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan bahwa orang yang
memiliki sikap sombong tidak akan masuk surga, ada sahabat yang bertanya
tentang orang yang suka memakai pakaian dan sandal yang bagus. Dia khawatir hal
itu termasuk kesombongan yang diancam dalam hadits. Maka Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam menerangkan bahwasanya hal itu tidak termasuk kesombongan
selama orang tersebut tunduk kepada kebenaran dan bersikap tawadhu’ kepada
manusia. Bahkan hal itu termasuk bentuk keindahan yang dicintai oleh Allah,
karena sesungguhnya Allah Maha Indah dalam dzat-Nya, nama-nama dan
sifat-sifat-Nya, serta perbuatan-Nya. Allah mencintai keindahan lahir dan
batin.
Kesombongan
yang Paling Buruk
Al Imam Adz
Dzahabi rahimahullah berkata, “Kesombongan yang paling buruk adalah orang
yang menyombongkan diri di hadapan manusia dengan ilmunya, merasa dirinya besar
dengan kemuliaan yang dia miliki. Bagi orang tersebut tidak bermanfaat
ilmunya untuk dirinya. Barangsiapa yang menuntut ilmu demi akhirat maka ilmunya
itu akan menimbulkan hati yang khusyuk serta jiwa yang tenang. Dia akan terus
mengawasi dirinya dan tidak bosan untuk terus memperhatikannya, bahkan setiap
saat dia selalu introspeksi dan meluruskannya. Apabila dia lalai dari hal itu,
dia akan menyimpang dari jalan yang lurus dan akan binasa. Barangsiapa yang
menuntut ilmu untuk membanggakan diri dan meraih kedudukan, memandang remeh
kaum muslimin yang lainnya serta membodoh-bodohi dan merendahkan mereka, maka
hal ini merupakan kesombongan yang paling besar. Tidak akan masuk surga orang yang
di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar dzarrah (biji
sawi).[2]
C. Aplikasi dalam Kehidupan
1.
Peserta didik tidak boleh sombong,
karena orang yang sombong tidak akan dapat mempelajari ilmu agama.
2.
Hendaknya ia tidak bersikap angkuh
terhadap ilmu dan tidak pula menonjolkan kekuasaan terhadap guru yang
mengajarinya, tetapi menyerahkan bulat-bulat kendali dirinya kepadanya dan
mematuhi segala nasihatnya.
3.
Hendaknya penuntut ilmu, menuntut
ilmu demi akhirat maka ilmunya itu akan menimbulkan hati yang khusyuk serta
jiwa yang tenang.
D.
Aspek Tarbawi
1. Wajib bagi
para penuntut ilmu untuk memiliki tekad yang kuat mendahulukan perkataan Rasul shalallahu
‘alaihi wa sallam di atas perkataan siapa pun.
2.
Mengganti Sikap Sombong dengan
Tawadhu’, kebalikan dari sikap sombong adalah sikap tawadhu’ (rendah hati).
Sikap inilah yang merupakan sikap terpuji, yang merupakan salah satu sifat ‘ibaadur
Rahman. Termasuk buah dari ilmu yang paling agung adalah sikap tawadhu’.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sikap sombong merupakan akhlak yang
tercela tidak sepatutnya seorang penuntut ilmu mempunyai sikap sombong dalam
hatinya. Karena telah dijelaskan dalam hadis Rasulullah saw bahwa “tidak akan
masuk surga orang yang di hatinya terdapat sifat sombong seberat dzarrah (biji
sawi).” Betapa buruknya sikap sombong dihadapan Allah swt, bahkan walaupun
hanya seberat dzarrahpun Allah swt tidak akan menerimanya didalam Surga.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi, Imam. 2014. Syarah Shahih Muslim. Jakarta: Darus Sunnah
Press
https://muslim.or.id/3536-jauhi-sikap-sombong.html, diakses pada hari Kamis, 27 Oktober
2016 pukul 12:30 wib
[1]
Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim (Jakarta: Darus Sunnah Press,
2014), hlm. 753.
[2]
https://muslim.or.id/3536-jauhi-sikap-sombong.html,
diakses pada hari Kamis, 27 Oktober 2016 pukul 12:30 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar